Articles by "Fikih Muslimah"
Tampilkan postingan dengan label Fikih Muslimah. Tampilkan semua postingan
menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah
Bolehkah Mengkonsumsi Obat Pencegah Haid Selama Ramadhan ?

PERTANYAAN :

1. Demi ingin berpuasa sebulan penuh seorang muslimah mengkonsumsi obat anti haid. Bagaimana menurut islam yang demikian itu ?

2. Pak Iman mencoba meminumkan obat tersebut kepada istrinya agar ia dapat menggarap sawah sebulan penuh. Bagamanakah Islam menyikapinya ?


JAWABAN :

Dalam dua pertanyaan di atas menurut kalangan Syafi'iyyah diperbolehkan asalkan tidak menimbulkan bahaya pada dirinya. 

Berikut uraiannya, sekaligus pendapat-pendapat kalangan madzhab selain syafiiyyah tentang wanita yang minum obat pencegah datangnya haid.

وَفِيْ فَتَاوَى الْقَمَّاطِ مَا حَاصِلُهُ جَوَازُ اسْتِعْمَالِ الدَّوَاءِ لِمَنْعِ الْحَيْضِ

"Dalam Fatawa Al Qammaath (Syeikh Muhammd ibn al Husein al Qammaath) di simpulkan diperbolehkannya menggunakan obat untuk mencegah datangnya haid." (Ghayatut Talkhis: 196). 

Sumber kitab : Ghooyah at-Talkhiish al-Murood 247 / halaman 196, maktabah syamilah (Fiqh Syafi’iyyah)
.
اَلْمَالِكِيَّةُ قَالُوْا أَمَّا أَنْ تَصُوْمَ الْحَيْضُ بِسَبَبِ دَوَاءٍ فِيْ غَيْرِ مَوْعِدِهِ فَإِنَّ الظَّاهِرَ عِنْدَهُمْ أَنَّهُ لَا يُسَمَّى حَيْضًا وَلَا تَنْقَضِيْ بِهَ عِدَّتُهَا وَهَذَا بِخِلَافِ مَا إِذَا اسْتَعْمَلَتْ دَوَاءً يَنْقَطِعُ بِهِ الْحَيْضُ فِيْ غَيْرِ وَقْتِهِ الْمُعْتَادِ فَإِنَّهُ يُعْتَبَرُ طُهْرًا وَتَنْقَضِيْ بِهِ الْعِدَّةُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَمْنَعَ حَيْضَهَا أَوْ تَسْتَعْجِلُ إِنْزَالَهُ إِذَا كَانَ ذَلِكَ يَضُرُّ صِحَّتَهَا لِأَنَّ الْمُحَافَظَةَ عَلَى الصِّحَّةِ وَاجِبَةٌ

"Kalangan Malikiyyah berpendapat :
Haid adalah darah yang yang keluar dari alat kelamin wanita pada usia yang ia bisa hamil menurut kebiasaan umum. 

Bila wanita menjalani puasa akibat obat yang mencegah haid hadir dalam masanya, menurut pendapat yang zhahir masa-masa tidak dikatakan haid dan tidak menghabiskan masa iddahnya, berbeda saat ia menjalani haid dan meminum obat untuk menghentikan haidnya diselain waktu kebiasaannya, maka ia dinyatakan suci namun iddahnya dapat terputus karena sesungguhnya tidak boleh bagi seorang wanita mencegah atau mempercepat keluarnya darah haid bila membahayakan kesehatannya karena menjaga kesehatan wajib hukumnya." (al-Fiqhu 'ala Madzahibil 'Arba'ah, 1/103). 

Sumber kitab: Al Fiqh ‘alaa Madzaahib al-Arba’ah I/103, maktabah syamilah (Fiqh Muqaarin).

أَحْكَامٌ عَامَّةٌ
أَوَّلًا - إِنْزَالُ وَرَفْعُ الْحَيْضِ بِالدَّوَاءِ
صَرَّحَ الْحَنَابِلَةُ بِأَنَّهُ يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ شُرْبُ دَوَاءٍ مُبَاحٍ لِقَطْعِ الْحَيْضِ إِنْ أُمِنَ الضَّرَرُ ، وَذَلِكَ مُقَيَّدٌ بِإِذْنِ الزَّوْجِ . لأِنَّ لَهُ حَقًّا فِي الْوَلَدِ ، وَكَرِهَهُ مَالِكٌ مَخَافَةَ أَنْ تُدْخِل عَلَى نَفْسِهَا ضَرَرًا بِذَلِكَ فِي جِسْمِهَا . كَمَا صَرَّحُوا بِأَنَّهُ يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَشْرَبَ دَوَاءً مُبَاحًا لِحُصُوْل الْحَيْضِ ، إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهَا غَرَضٌ مُحَرَّمٌ شَرْعًا كَفِطْرِ رَمَضَانَ فَلاَ يَجُوْزُ .
ثُمَّ إِنَّ الْمَرْأَةَ مَتَى شَرِبَتْ دَوَاءً وَارْتَفَعَ حَيْضُهَا فَإِنَّهُ يُحْكَمُ لَهَا بِالطَّهَارَةِ ، وَأَمَّا إِنْ شَرِبَتْ دَوَاءً وَنَزَل الْحَيْضُ قَبْل وَقْتِهِ فَقَدْ صَرَّحَ الْمَالِكِيَّةُ بِأَنَّ النَّازِل غَيْرُ حَيْضٍ وَأَنَّهَا طَاهِرٌ . فَلاَ تَنْقَضِي بِهِ الْعِدَّةُ ، وَلاَ تَحِل لِلأزْوَاجِ ، وَتُصَلِّيْ وَتَصُوْمُ لاِحْتِمَال كَوْنِهِ غَيْرَ حَيْضٍ ، وَتَقْضِي الصَّوْمَ دُوْنَ الصَّلاَةِ احْتِيَاطًا لاِحْتِمَال أَنَّهُ حَيْضٌ .
وَقَدْ صَرَّحَ الْحَنَفِيَّةُ بِأَنَّهُ إِذَا شَرِبَتِ الْمَرْأَةُ دَوَاءً فَنَزَل الدَّمُ فِي أَيَّامِ الْحَيْضِ فَإِنَّهُ حَيْضٌ وَتَنْقَضِيْ بِهِ الْعِدَّةُ
(1) حاشية ابن عابدين 1 / 202 ، حاشية الدسوقي 1 / 167 ، 168 ، مواهب الجليل 1 / 366 ، كشاف القناع 1 / 218

[ Hukum umum ]
Keluar dan hilangnya haid akibat obat. Kalangan Hanabilah menjelaskan : Diperkenankan bagi wanita meminum obat yang diperbolehkan syara’ untuk memutus datangnya haid bila aman dari bahaya, itupun bila seijin suami karena suami punya hak anak atas dirinya, Imam malik memakruhkannya bila menimbulkan bahaya dalam raganya seperti diperkenankan baginya meminum obat yang diperbolehkan syara’ untuk mendapatkan masa haidnya hanya saja bila bertujuan yang diharamkan syara’ seperti agar tidak berpuasa dibulan ramadhan maka tidak diperkenankan.

Wanita yang meminum obat kemudian hilang haidnya maka dihukumi wanita suci, namun wanita yang meminum obat agar mendapatkan haidnya sebelum masanya tiba maka darah yang keluar menurut kalangan malikiyyah bukanlah darah haid dan dia tetap dikatakan suci dan tidak habis iddahnya dan tidak halal untuk dinikahi, baginya tetap wajib sholat dan puasa karena kemungkinannya bukan darah haid, boleh mengqadha puasanya bukan shalatnya karena kemungkinan yang keluar darah haid.

Kalangan Hanafiyyah menjelaskan : Wanita yang meminum obat kemudian keluar darah haid pada masa-masanya, yang keluar adalah darah haid dan menghabiskan masa iddahnya." 

(Haasyiyah Ibn ‘Aabidiin I/202, Haasyiyah ad-Daasuqi I/167-168, Mawaahib al-jaliil I/366, Kasysyaaf alQanaa’ I/218). [al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 18/327]. Sumber kitab: Al Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah XVIII/327 , maktabah syamilah (Fiqh Muqaarin). 


Fatwa Darul Ifta’ Al Mishriyah, Nomor. 1225

حكم تناول المرأة عقاقير تمنع الدورة الشهرية ليتسنى لها الصيام

ورد من السيدة ف. ر . هل يجوز للمرأة تناول العقاقير لمنع نزول الدورة الشهرية ليتسنى لها الصيام في رمضان ؟
الجواب : أمانة الفتوى - الى أن قال -
أما استعمال العقاقير التى تؤخر الحيض إلى ما بعد رمضان والتى تتيح للنساء إتمام الشهر كله بغير انقطاع فلا مانع منه شرعاً، ويصح منها الصوم، ويجوز لها اللجوء إلى هذه الوسيلة بشرط أن يقرر الأطباء أن استعمال هذه الحبوب لا يترتب عليه ما يضر بصحة المرأة عاجلاً أو آجلاً، فإن ترتب على استعمالها ضرر فهى حرام شرعا, لأن من المقرر شرعا أنه لا ضرر ولا ضرار, وحفظ الصحة مقصد ضروري من مقاصد الشريعة الإسلامية, ومع أن استخدام هذه الوسيلة جائز شرعا إلا أن وقوف المرأة المسلمة مع مراد الله تعالى وخضوعها لما قدره الله عليها من الحيض ووجوب الإفطار أثناءه أثوب لها وأعظم أجرا
 

Darul Ifta’ Al Mishriyah ( MUI-nya Mesir ) Dalam fatwa nomor 1225, tanggal 05/09/2007  yang dikeluarkan tentang “ Hukum mengkonsumsi pil anti haid selama bulan romadhon “ menjelaskan sebagai berikut :

“ Adapun mengkonsumsi pil anti haid guna menunda siklus haid hingga setelah Ramadhan agar seorang wanita dapat berpuasa selama bulan Ramadhan tanpa terputus, maka hal itu diperbolehkan dalam syari’at dan puasanya sah.Seorang wanita boleh melakukan hal ini dengan syarat mendapatkan izin dari dokter yang menyatakan bahwa penggunaan pil anti haid tersebut tidak membahayakan kesehatannya, baik cepat atau lambat.Jika dokter menyatakan bahwa mengkonsumsi pil anti haid tersebut dapat membahayakan kesehatannya, maka hal itu diharamkan . Dalam kaidah syari’at ditegaskan, “ La Dhororo Wa La Dhiroro “ ( Tidak boleh merugikan diri sendiri dan tidak boleh merugikan orang lain ). Selain itu,  menjaga kesehatan tubuh adalah salah satu dari tujuan utama syari’at Islam. Meskipun demikian, penyerahan diri dan ketundukan seorang muslimah kepada kehendak dan takdir Alloh yang memberikankondisi haid padanya dan mewajibkannya tidak berpuasa ketika itu adalah lebih baik dan lebih berpahala “.
  


CATATAN :

Berikut ta’bir Kitab Kasysyaaful Qanaa’ selengkapnya:

( وَيَجُوزُ شُرْبُ دَوَاءٍ مُبَاحٍ لِقَطْعِ الْحَيْضِ مَعَ أَمْنِ الضَّرَرِ نَصًّا ) كَالْعَزْلِ وَ ( قَالَ الْقَاضِي لَا يُبَاحُ إلَّا بِإِذْنِ الزَّوْجِ ) أَيْ : لِأَنَّ لَهُ حَقًّا فِي الْوَلَدِ ( وَفِعْلُ الرَّجُلِ ذَلِكَ بِهَا ) أَيْ : إسْقَاؤُهُ إيَّاهَا دَوَاءً مُبَاحًا يَقْطَعُ الْحَيْضَ ( مِنْ غَيْرِ عِلْمِهَا يَتَوَجَّهُ تَحْرِيمُهُ ) قَالَهُ فِي الْفُرُوعِ ، وَقُطِعَ بِهِ فِي الْمُنْتَهَى لِإِسْقَاطِ حَقِّهَا مِنْ النَّسْلِ الْمَقْصُودِ .
( ومثله ) أي مثل شربها دواء مباحا لقطع الحيض ( شربه كافورا ) قال في المنتهى ولرجل شرب دواء مباح يمنع الجماع

"[Diperbolehkan meminum obat yang diperbolehkan syara’ untuk memutus datangnya haid bila aman dari bahaya atas dasar nash] sebagaimana masalah 'azl. 

[Qadhi Ibnu Muflih berkata: tidak diperbolehkan kecuali dengan seizin suami] sebab suami memiliki hak atas mendapatkan keturunan [serta perbuatan suami akan hal itu] yakni meminumkan obat yang diperbolehkan syara' pada istri untuk memutus haid [tanpa sepengetahuan istrinya pantas dinilai haram] diungkapkan dalam kitab Furu', ditegaskan pula dalam kitab al-Muntaha sebab perbuatan itu melanggar hak istrinya untuk mendapatkan keturunan yang dikehendakinya [Sebagaimana hal itu] yakni sebagaimana meminumkan pada istri obat yang diperbolehkan syara' untuk memutus haid [boleh juga meminum air kapur] Dijelaskan dalam kitab al-Muntaha bahwa bagi suami boleh meminum air yang diperbolehkan syara' untuk menolak keinginan persetubuhan." (Kasysyaful Qana', 1/218). 

 Sumber kitab : Kasysyaaful Qanaa’ karya Syeikh Manshuur ibn Yunuus al Bahuuti juz II halaman 96, maktabah syamilah (Fiqh Hanabilah).

Wallaahu A’lamu bishshawaab.
menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah


Hukum Wanita Memakai Sepatu High Heels

PERTANYAAN :



Apa Hukum wanita menyambung kaki (pake sandal jinjit) yang merupakan kebiasaan jahiliyah ? Terima kasih



JAWABAN:



ان امرأة من بنى إسرائيل كانت قصيرة فاتخذت لها نعلين من خشب فكانت تمشي بين امراتين طويلتين تطاول بهما



Ada seorang wanita Bani Israel yang bertubuh pendek memakai sandal dari kayu. Kemudian berjalan diantara dua wanita yang tinggi agar terlihat tinggi dengan sandal tersebut.



Imam Nawawi dalam “ Syarh Shahih Muslim : menjelaskan, “ Mengenai wanita yang kakinya pendek kemudian menggunakan sandal kayu (atau semacamnya seperti sepatu dan sandal selain terbuat dari kayu) hingga ia dapat berjalan diantara dua wanita yang postur tubuhnya tinggi, menjadikan ia tidak mudah dikenal, maka hal tersebut hukumnya di dalam syariat kita adalah “ Bahwasanya jika tujuan dia adalah tujuan yang dibenarkan oleh syara', seperti bertujuan untuk menutupi pribadinya supaya tidak jadi dikenal yang bisa menyebabkan ia mendapatkan hal yang menyakitkan atau tujuan lain yang dibenarkan, maka hukumnya tidak masalah. 



Namun jika tujuannya untuk bergaya atau menyerupai wanita-wanita yang berpostur sempurna guna mengelabuhi para lelaki dan yang lainnya maka hukumnya adalah haram. Wallaahu a'lam   (AS).

- Kitab syarh shahih muslim, li Nawawi, juz.7, halaman.438 :



وأما اتخاذ المرأة القصيرة رجلين من خشب حتى مشت بين الطويلتين ، فلم تعرف ، فحكمه في شرعنا أنها قصدت به مقصودا صحيحا شرعيا بأن قصدت ستر نفسها لئلا تعرف فتقصد بالأذى أو نحو ذلك ، فلا بأس به ، وإن قصدت به التعاظم أو التشبه بالكاملات تزويرا على الرجال وغيرهم فهو حرام


menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah
Mungkinkah Seorang Wanita Mengalami Dua Kali Haid Dalam Satu Bulan ?

Kemungkinan Dua Kali Haid dalam Satu Bulan

Perlu juga kiranya membahas akan kemungkinan haid dalam satu bulan, karena dalam hal ini banyak orang salah pengertian. 

Pertama, yang perlu diketahui adalah paling singkatnya masa suci adalah 15 hari 15 malam dan paling lamanya masa haid adalah 15 hari 15 malam. 

Jadi seumpama antara dua darah dipisahkan oleh masa 15 hari maka darah yang kedua dihukumi darah haid jika memenuhi syarat. 

Atau dihukumi darah istihadlah jika tidak memenuhi syarat dan jika dipisahkan oleh masa kurang 15 hari maka darah yang keluar dihukumi darah istihadlah.
Untuk lebih jelasnya dapat Iihat pada contoh di bawah ini:
  1. Dalam contoh (a) terlihat bahwa seorang wanita mengeluarkan darah dari tanggal 1 sampai 3, lalu keluar lagi dari tanggal 13 sampai 15. Maka semuanya dihukumi darah haid baik hari-hari yang ada darah maupun yang tidak ada darah. Karena jika kita hitung dari tanggal 1 sampai 15 tidak lebih dari masa paling banyaknya haid (15 hari 15 malam). Seperti contoh ini apabila terjadi pada bulan Ramadlan maka dia wajib mengqadla’ puasanya yaitu 15 hari. Karena pada masa itu dihukumi masa haid. Walaupun dia berpuasa pada hari-hari yang kosong dari darah. Karena berpuasa tidak sah pada masa haid.
  2. Dalam contoh (b) terlihat seorang wanita mengeluarkan darah mulai tanggal 1 sampai 3, lalu keluar lagi pada tanggal 16 sampai 18 maka darah yang pertama (1-3) dihukumi darah haid, sedangkan darah yang kedua dihukumi darah istihadlah karena antara dua darah tidak dipisahkan oleh masa 15 hari, dan darah yang kedua tidak terjadi dalam masa haid yaitu 15 hari pertama.
  3. Dalam contoh (c) terlihat seorang wanita mengeluarkan darah mulai tanggal 1 – 7, lalu keluar lagi 17-21, maka darah yang pertama (1-7) dihukumi darah haid, sedangkan darah yang kedua (17 – 21) dihukumi darah istihadlah, karena antara kedua darah tidak dipisahkan oleh masa 15 hari.
  4. Dalam contoh (d) terlihat, seorang wanita mengeluarkan darah dari tanggal 1-5, lalu keluar lagi tanggal 21 – 25, maka darah yang pertama (1 – 5) dan darah yang kedua (21 – 25) sama-sama dihukumi darah haid karena keduanya dipisahkan oleh masa 15 hari. Dan bagi wanita itu dari tang­gal 6 – 21 adalah masa sucinya, maka dia wajib shalat, puasa dan hal-hal yang diwajibkan atas wanita yang suci.
  5. Dalam contoh (e) terlihat, bahwa seorang wanita menge­luarkan darah dari tanggal 1 – 6 dan keluar lagi tanggal 19 -22, maka kalau terjadi hal seperti ini, darah yang kedua mulai tanggal 19 sampai 21 dihukumi darah istihadlah, karena kedua darah itu belum dipisahkan oleh masa 15 hari. Sedangkan darah pada tanggal 22 dihukumi darah haid karena antara tanggal 6-22 dipisahkan oleh masa 15 hari dan memenuhi syarat untuk menjadi darag haid.
  6. Dalam contoh (f) terlihat bahwa seorang wanita mengeluarkan darah mulai tanggal 1 – 5 lalu keluar lagi pada tanggal 16-30 maka darah yang pertama (1-5) dihukumi darah haid. Sedangkan darah yang kedua (16 – 30) dihukumi darah istihadlah, karena tidak memenuhi syarat untuk menjadi darah haid yaitu jumlahnya lebih dari 15 hari 15 malam dan darah tidak berubah menjadi darah yang lebih kuat.
  7. Dalam contoh (g) terlihat seorang wanita mengeluarkan darah dari tanggal 1 – 5 dan pada tanggal 21 keluar lagi tetapi hanya setengah hari, maka darah yang kedua kita hukumi darah istihadlah karena tidak memenuhi syarat menjadi darah haid (tidak kurang dari sehari semalam).

menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah

Mencegah mata kita dari penglihatan yang haram, karena hal itu dapat membatalkan pahala puasa.

Menjaga lisan kita dari ghibah (membicarakan orang lain dengan sesuatu yang membuatnya marah), berbohong, mengadu domba, serta sumpah palsu. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ”لَيْسَ الصِّيَامُ مِن الأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَط إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ“ 

Artinya: Bersabda Rasulullah SAW: “Bukanlah berpuasa itu hanya menahan makan dan minum saja, akan tetapi puasa itu (menahan) dari perkataan yang keji dan yang tidak ada gunanya”. [ HR. Hakim ]

 Menjaga telinga kita dari mendengarkan sesuatu yang haram.
Menjaga semua anggota badan dari perbuatan maksiat, terutama perut, jangan sampai kemasukan barang yang haram ketika berbuka atau bersahur, karena apa faedahnya jika berpuasa dengan makanan dan minuman halal, lalu berbuka dengan makanan yang haram, maka dia seperti orang yang berusaha membangun gedung dengan menghancurkan kota. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:


رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْع
Yang artinya: “Berapa banyak orang yang berpuasa sedangkan dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasa kecuali lapar”. [HR. Ibnu Majah]

Berbuka dengan makanan sekedarnya, tidak berlebihan dalam mengenyangkan perut sehingga dia akan malas untuk melaksanakan shalat tarawih.
menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah

Apakah Kosmetik Pelembab Dapat Membatalkan Puasa?

PETANYAAN : 

Apakah kosmetik pelembab kulit dapat membatalkan puasa, jika termasuk jenis yang tidak menghalangi mengalirnya air pada kulit?

JAWABAN :


Tidak mengapa menggunakan kosmetik pelembab pada tubuh saat berpuasa jika hal itu dibutuhkan, karena pelembab itu hanya membasahkan permukaan kulit dan tidak masuk hingga ke dalam tubuh, kemudian jika pelembab itu diperkirakan dapat masuk ke dalam pori-pori kulit, maka hal itu pun tidak termasuk yang membatalkan puasa.
menjadi muslimah ahli surga,dan seputar hkum fikih muslimah kontemporer serta ada kisah muslimah dan juga artikel tentang wanita muslimah

Hukum Wanita Memakai Gelang Kaki

PERTANYAAN

Assalamualaikum Wr Wb Hukumnya perempuan memakai gelang di kakinya. terima kasih

JAWABAN

boleh asal tidak berlebihan (isyrof). lihat i'anatut tholibin

ﻭﻳﺤﻞ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﻭﺍﻟﻔﻀﺔ - ﺑﻼ ﺳﺮﻑ - ﻻﻣﺮﺃﺓ ، ﻭﺻﺒﻲ -
ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ - ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺴﻮﺍﺭ ، ﻭﺍﻟﺨﻠﺨﺎﻝ ، ﻭﺍﻟﻨﻌﻞ ، ﻭﺍﻟﻄﻮﻕ

BISMILLAH . Boleh dan tidak makruh karena hal itu termasuk jenis perhiasan yang dilegalkan dalam islam ini menurut para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali) hanya saja terdapat sebuah pendapat dikalangan syafi’iiyyah kelegalan perhiasan kaki diatas asal tidak melebihi batas kewajaran yang berlaku disekitar yang ukuran standardnya tidak lebih berat dari satu mitsqal (4.4 gram). Ketentuan kelegalan diatas masih dibatasi bila pemakaian perhiasan diatas murni dengan maksud untuk hiasan diri bukan menarik simpati dari lawan jenis, karena bila ini yang terjadi maka menjadi muthlak haram pemakaiannya berdasarkan firman Allah Ta’ala :

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu" (QS. 33:33).

"Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan" (QS. 24:31).

Menurut Ibn Katsir “Konon wanita Arab dizaman Jahiliyyah mengenakan gelang dikakinya (binggel-java, pent), mereka berjalan tanpa suara namun untuk menarik perhatian lawan jenisnya ayunan kakinya dibuat sedemikian rupa hingga menimbulkan suara gemerincing dikakinya dan menarik perhatian dari lawan jenisnya”

Referensi :

Mughni al-Muhtaaj I/392

ولا يكره للمرأة لبس خاتم

الفضة خلافا للخطابي قاله في المجموع ولم يتعرض الأصحاب لمقدار الخاتم المباح ولعلهم اكتفوا فيه بالعرف أي وهو عرف تلك البلد وعادة أمثاله فيها فما خرج عن ذلك كان إسرافا كما قالوه في خلخال المرأة هذا هو المعتمد وإن قال الأذرعي الصواب ضبطه بدون مثقال لما في صحيح ابن حبان وسنن أبي داود عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال للابس الخاتم الحديد ما لي أرى عليك حلية أهل النار فطرحه فقال يا رسول الله من أي شيء أتخذه قال اتخذه من ورق ولا تتمه مثقالا قال وليس في كلامهم ما يخالفه اه